Selasa, 17 November 2009

GURU SEBAGAI MEDIATOR DAN FAKTOR UTAMA DALAM PENDIDIKAN

GURU SEBAGAI MEDIATOR DAN FAKTOR UTAMA DALAM PENDIDIKAN

Oleh : Nur’aini Dwiandini (0902967)

Sebagian orang memahami arti pendidikan adalah sebuah pengajaran. Tetapi setiap manusia pada umumnya memerlukan pengajaran. Baik itu berupa pendidikan formal seperti sekolah, madrasah, atau institusi lainnya, ataupun pendidikan non formal seperti bimbingan belajar, privat, les, dan lain-lain. Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesrta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena itu, agar pendidkan dapat terealisasikan dan dapat berjalan dengan baik, juga mendapat hasil yang maksimal diperlukan media yang baik untuk melaksanakan pendidikan. Media tersebut tidak lain adalah Guru. Guru adalah mediator pendidikan yang paling utama.

Menurut Muhibbin Syah (1995 : 223), “guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan factor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai penbaruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada criteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan selalu bermuara pada guru. Hal ini menunjukkan bepta betapa signifikan (berarti penting) dalam dunia pendidikan.”

Guru merupakan salah satu factor terpenting dalam dunia pendidikan karena pendidikan tidak akan berjalan jika tidak ada perantara melalui seorang guru. Guru yang dimaksud adalah tenaga pendidik yang pekerjaan utamanya mengajar (UUSPN tahun 1989 VII Pasal 27 ayat 3). Guru sebagai salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Guru tidak terlepas dari tugas utamanya yaitu mengajar.

Menurut Muhibbin Syah (1995 : 223), “mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya. Perilaku ini meliputi tingkah laku yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca (ranah karsa), juga yang bersifat tertutup seperti (ranah cipta) dan berperasaan (ranah rasa).”

Hakikat Guru Sebagai Pendidik

Paradigm guru telah berubah dari pengajar menjadi pendidik. Guru merupakan komponen pembelajaran sebagai fasilitator fungsinya sebagai pelatih, pendidik, dan pembimbing. Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun dan membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan keterampilan kepada anak didik.

Dalam proses pembelajaran memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan peserta didik, jujur, professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing. Menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dalam mewujudkan pembelajarn yang demikan pendidik memiliki kepekaan emosi sehingga dapat memperhatikan kebutuhan peserta didik.

Guru dalam mengembangkan misi pendidikan akan membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk pembangunan kepribadian anak didiknya. Dan guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbal balik dengan anak didik.

Guru sebagai pendidik berfungsi sebagai unsure pembaru dan kemajuan pendidikan. Jika guru ynagn diperlukan dalam dunia pendidikan tidak ada maka pendidikan dengan taraf tinggi pun tidak aka nada. Muhibbin Syah (1995 : 220) menyatakan bahwa hal alain yang juga harus dimiliki oleh para guru adalah karakteristik kepribadian dan kompetensi profesionalisme.

Karakteristik Kepribadian Guru

McLeod (1989) mengartikan bahwa kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki oleh seseorang. Karakter terbentuk dari kepribadian setiap orang. Factor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru adalah kepribadiannya yang merupakan panutan untuk siswanya. Seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik, dilihat dari karakterisitik psikologi seorang guru harus memiliki keterbukaan psikologis. Maksudnya adalah jika seorang guru lebih cakap, pandai berkomunikasi, dan pandai menyesuaikan diri baik dengan lingkungan sekitar di sekolah tempat dia mengajar ataupun kepada anak didiknya maka guru tersebut akan lebih memiliki pribadi yang terbuka dan akan membuat guru tersebut disenangi.

Menurut Muhibbin Syah (1995 : 254,255) ada beberapa ragam guru :

· Guru Otoriter, yaitu guru yang berwatak otoriter (sewenang-wenang), keras dan kakudalam mengarahkan aktivitas proses belajar mengajar, dan menghambat kebebasan akademik siswa.

· Guru Laissezfaire, yaitu guru yang berwatak individualitas (memntingkan diri sendiri), sering mengubah aktivitas proses belajar mengajar seenaknya, dan sering menimbulkan pertengkaran.

· Guru Demokratis, yaitu guru yang berwatak sangat demokratis, suka bekerja sama dengan rekan-rekan sejawat dan para siswa, dan sering memberikan peluang akademis kepada para siswa.

· Guru Otoratif, yaitu guru yang berwatak cukup demokratis, lebih berwibawa daripada ragam guru diatas, dan lebih disegani para siswa serta lebih efektif dalam memerintah dan memberi anjuran.

Kompetensi Profesionalisme Guru

Diperlukan guru yang memiliki kompetensi professional untuk mencapai tujuan pendidikan. Tidaklah mudah bagi seorang gur untuk memiliki kompetensi tersebut.

Barlow (1985) dalam Muhibbin Syah (1995 : 229) menyatakan bahwa kompetensi guru ialah The ability of a teacher to responsibily perform his or her duties appropriately. Artinya kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam menjalankan profesinya.

Dapat dikatakan guru yang professional adalah guru yang menjalankan dan melaksanakan tugas keguruannya dengan kemampuan tinggi. Dalam melaksanakannya guru dituntut memiliki 3 kompetensi, yaitu :

· Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta). Yang didasari atas disiplin ilmu yang dia punya. Baik dalam ilmu pengetahuan kependidikan ataupun dalam ilmu pengetahuan materi bidang studi.

· Kompetensi afektif (kecakapan ranah karsa). Yaitu kemampuan guru dalam sikap, baik sikap dirinya sendiri ataupun sikap dalam menghadapi orang lain. Contohnya adalah kemampuan seorang guru untuk membangkitkan semangat belajar kepada anak didiknya dan mengajarkan arti toleransi serta tenggang rasa terhadap sesama. Kemampuan ini lebih mencakup ke arah sosialisasi dan lingkungan.

· Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah karsa). Yaitu kemampuan yang meliputi kecakapan jasmaniah / badaniah dalam mengajar. Adanay praktek secara lamgsung menghadapi atau member contoh kepada anak didik baik secara lisan / gerakan ataupun secara tulisan. Contohnya dalam memberikan penghargaan dengan tepuk tangan ataupun dalam menyampaikan materi dan menjawab pertanyaan siswa.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa guru adalah faktor dan mediator terjadinya pendidikan. Guru merupakan komponen pembelajaran sebagai fasilitator fungsinya sebagai pelatih, pendidik, dan pembimbing. Untuk membuat pendidikan itu baik maka diperlukan guru yang memiliki kesadaran hakikat sebagi seorang pendidik, karakteristik kepribadian yang memiliki keterbukaan psikologis, dan memiliki kompetensi profesionalisme dalam melaksanakan 0tugasnya sebagai seorang pengajar / pendidik yang terdiri darikompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Tidak sembarangan orang bias menjadi seorang guru, karena seorang guru wajib memiliki faktor-faktor tersebuy, agar tujuan pendidikan bias tercapai dengan sempurna.

REFRENSI

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Edisi Revisi. Bandung : PT Rmaja Rosdakarya.

Sub Kordinator MKDP Landasan Pendidikan UPI. 2009. Landasan Pendidikan. Bandung : UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar