Selasa, 17 November 2009

SERTIFIKASI GURU SD, LEBIH BANYAK POSITIF ATAU NEGATIFNYA?

SERTIFIKASI GURU SD, LEBIH BANYAK POSITIF ATAU NEGATIFNYA?

Disusun oleh : Wafa Fauziah (0903947)

Setelah dikeluarkan UU sertifikasi guru tahun 2006, hampir semua guru berlomba-lomba untuk mendapatkan sertifkasi agar memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Setelah dikeluarkan UU tersebut juga para guru yang dikenal sebagai profesi yang memiliki gaji yang kecil dibandingkan dengan gaji guru di negara lain sangat semangat meningkatkan taraf hidupnya.

Sejak dulu profesi guru adalah salah satu profesi yang kurang dilirik karena pemerintah sedikit sekali memprehatikan kesejahteraan hidupnya. Tapi kini hampir semua orang melirik profesi guru karena telah dikeluarkannya UU tentang sertifikasi. Namun, apakah sertifikasi juga meningkatkan kualitas profesional guru ataukah hanya sekedar meningkatkan kesejahteraan guru?

Para guru begitu sibuk mempersiapkan syarat-syarat untuk mengikuti seleksi setifikasi tetapi menelantarkan anak muridnya. Bolak-balik ke kantor UPT( Unit Pelaksanaan Teknis) tetapi hanya meninggalkan tugas pada anak muridnya. Jadi, seakan-akan para guru mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban mengajarnya. Dengan segala persyaratan yang harus dipenuhi untuk serifikasi, apakah hanya akan meningkatkan kekayaan guru ataukah meningkatkan kekaryaan guru juga?

Kriteria Sertifikasi yang Menyulitkan Guru

Buku pedoman sertifikasi guru tahun 2006, menyebutkan kriteria sertifikasi seorang guru, sebagai berikut : (1) ijazah S1, (2) penguasaan terhadap kompetensi guru,(3) prestasi yang dicapai “guru teladan”, (4) daftar urut kepangkatan, (5) masa kerja.

Dari kriteria yang telah disebutkan dalam buku pedoman sertifikasi tahun 2006, secara teoritis uji serifikasi guru akan menjadi “momok” yang menakutkan bagi para guru. Jika guruyang sudah puluhan tahun mengajar harus diuji “kembali” skill keguruannya, bukanlah ini tergolong hal yang mubadzir. Mungkin para guru akan sulit menjawab soal-soal dalam ujian. Namun, dalam praktiknya, khususnya dalam soal mengajar di kelas, kompetensinya tidak diragukan lagi.

Yang pertama adalah ijazah S1. perlu diingat bahwa profesionalisme guru sejak kuliah telah dipersiapkan sebagai pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional. Mereka telah diuji dan dinyatakan lulus oleh lembaga kependidikan dimana mereka kuliah. Sedangkan yang sudah memiliki ijazah S1 jumlahnya pun puluhan ribu orang. Mungkin masalah ini berpotensi menimbulkan persaingan yang kurang sehat.

Yang kedua adalah penguasaan terhadap kompetensi guru. Menurut H. Topandi (2007, 18) kompetensi yang dimiliki guru profesional adalah :

  1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki peserta didik.
  2. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, bijaksana, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, beriman, bertakwa, serta berakhlak mulia.
  3. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan potensi pembelajaran secara luasdan mendalam yang memungkinkan peserta didik memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
  4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan beradaptasi, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali pesrta didik,dan masyarakat sekitar.

Tak terhitung lagi anak-anak negeri ini, dipercayakan kepada guru untuk diajar dan dididik di sekolah, banyak yang telah sukses dan tersebar diseluruh nusantara, mengekspresikan dan mengembangkan skill-nya, seraya berkarya membangun negeri. Apakah semua itu tidak cukup membuktikan kompetensi guru?

Yang ketiga adalah prestasi yang dicapai “ Guru Teladan“. Apakah guru yang ingi mengikuti uji sertifikasi harus memenangkan lomba guru teladan atau guru berprestasi dahulu agar dapat lulus uji sertifikasi? Sedangkan begitu banyak muridnya yang telah terinspirasi oleh gurunya dalam menjalani hidup. Begitu banyak muridnya yang menjadikan dirinya teladan dalam melukis mimpinya menjadi kenyataan. Apakah prestasi guru harus tertulis dalam sertifikat suatu perlombaan?

Yang kempat adalah daftar urut kepangkatan. Kebijakan pemerintah daerah tentang sertifikasi guru berbeda-beda tergantung pada pemerintahannya. Tapi sesuai dengan kriterianya pastialh para guru yang akan mengikuti uji sertifikasi harus berpangkat tinggi. Misal,suatu daerah menentukan passing gradenya adalah para guru harus berpangkat IV/a maka para guru yang lain yang belum berpangkat IV/a tidak akan lolos seleksi uji sertifikasi yang mereka impikan untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Yang kelima adalah masa kerja. Dalam kebijakan pemerintah daerah juga menentukan seberapa lamakah masa kerja guru yang dapat mengikuti seleksi uji sertifikasi. Misal, masa kerja guru yang dapat mengikuti seleksi uji sertifikasi adalah 20 tahun masa kerja maka guru yang belum lama mengajar tidak dapat mengikuti uji sertifikasi tersebut.

Itulah sekelumit persyaratan yang begitu banyak menyulitkan para guru yang ingin meningkatkan kehidupannya. Kesulitan itulah yang menjadikan para guru terkadang melupakan tugas utamanya yang mulia.

Serifikasi Guru Meningkatkan Kekayaan atau Memiskinkan Kekaryaan?

Ada guru yang mempunyai profesionalyang tinggi tetapi tidak memiliki banyak materi, begitu banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari perjalanan hidupnya. Ada juga guru yang memiliki begitu banyak materi tetapi tidak memiliki profesional yang tinggi, terlihat bahwa sang guru hany datang untuk menggugurkan kewajibannya bukan untuk menyampaikan ilmu dan menjadi inspirator bagi muridnya.

Kadang profesionalisme seorang guru tidak dapat diukur dari seberapa banyak seorang guru mempunyai materi. Namun, begitu sulit juga kita menemukan seorang guru yang mempunyai profesionalisme yang tinggi dan memiliki banyak materi. Maksudnya sangat sulit sekali menemukan guru yang memiliki kekayaan ganda, yakni kaya harta dan kaya prestasi.

Salah satu tujuan dikeluarkannya UU tahun 2006 adalah meningkatkan kesejahteraan guru agar profesionalismenya juga meningkat. Tapi apakah peningkatan kesejahteraan guru berbanding lurus dengan peningkatan profesionalisme guru? Mudah-mudahan.

Jika seorang guru telah memiliki kekayaan jiwa, maka sang guru akan percaya bahwa Allah akan meningkatkan taraf hidupnya. Guru yang telah memiliki komitmen kepada Sang Kholik akan memiliki tanggung jawab bukan hanya kepada pemerintahan tetapi pada Penciptanya. Guru yang memiliki keimanan yang tinggi akan senantiasa bersyukur dan selalu semangat dalam mengajar meskipun gajinya sangat kecil. Seperti itulah guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi.

Kesimpulan

Seyogyanya pemerintah memik,irkan dampak dari suatu kebijakan dan hal-hal kecil yang mempengaruhi pada kinerja guru jika mengeluarkan suatu kebijakan. Para guru juga harus merenungi kembali apa tugas utama seorang guru tiu sendiri. Haruskah tugas utama guru yang begitu mulia dilupakan atau dilalaikan karena faktor yang sama pentingnya bagi para guru untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Semoga kebijakan pemerintah ini bukan untuk mensejahterakan guru berbanding lurus dengan meningkatnya profesionalisme para guru sendiri. Semoga dengan adanya UU tahun 2006 ini bukan hanya meningkatkan kekayaan guru tetapi juga kekaryaannya.

Referensi

Mansyur.Uji Sertifikasi Rawan KKN.Suara Daerah,Juli 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar